Abu Qudamah dahulu dikenal sebagai orang yang hatinya dipenuhi kecintaan akan jihad fi sabilillah. Tidak pernah dia mendengar akan jihad fi sabilillah, atau adanya perang antara kaum muslimin dengan orang kafir, kecuali dia selalu ikut serta berjuang di pihak kaum muslimin.
"Apa yang anda inginkan?" tanyaku.
"Andakah yang bernama Abu Qudamah?" katanya balik bertanya.
"Benar," jawabku.
"Andakah yang hari ini mengumpulkan dana untuk membantu jihad di perbatasan?" tanyanya kembali.
"Ya, benar," jawabku.
Maka wanita itu menyerahkan secarik kertas dan sebuah bungkusan terikat, kemudian berpaling sambil menangis.
Pada kertas itu tertulis, "Anda mengajak kami untuk ikut berjihad, namun aku tidak sanggup untuk itu. Maka kupotong dua pintal rambut kesayanganku (1) agar anda jadikan sebagai tali kuda Anda. Kuharap bila Allah melihatnya pada kuda Anda dalam jihad, Dia mengampuni dosaku kerananya."
Keesokan harinya, aku bersama sahabatku berangkat meninggalkan Raqqah.
Tatkala kami tiba dimedan Maslamah bin Abdul Malik, tiba-tiba dari belakang ada seseorang penunggang kuda yang memanggil-manggil,
"Apa yang kau inginkan?" tanyaku.
"Aku ingin ikut bersamamu memerangi orang-orang kafir," jawabnya.
"Perlihatkan wajahmu, aku ingin lihat, kalau engkau memang cukup dewasa dan wajib berjihad, akan aku terima. Namun jika masih kecil dan tidak wajib berjihad, terpaksa kutolak." kataku.
Ketika ia menyingkap wajahnya, tampaklah olehku wajah yang putih bersinar bak bulan purnama. Ternyata ia masih muda belia, dan umurnya baru 17 tahun.
"Wahai anakku, apakah kamu memiliki ayah?" tanyaku.
"Ayah terbunuh di tangan kaum Salibis dan aku ingin ikut bersamamu untuk memerangi orang-orang yang membunuh ayahku," jawabnya.
Bagaimana dengan ibumu, masih hidupkah dia?" tanyaku lagi.
"Ya," jawabnya.
"Kembalilah ke ibumu dan jagalah ia baik-baik, kerana syurga ada di bawah telapak kakinya," pintaku kepadanya.
"Kau tidak kenal ibuku?" tanyanya
"Tidak," jawabku.
"Ibuku ialah pemilik amanah itu," katanya.
"Amanah yang mana," tanyaku
"Dialah yang mengamanahkan tali kuda itu," jawabnya.
"Tali kuda yang mana?" tanyaku kehairanan.
"Subhanallah..!! Alangkah pelupanya Anda ini, tidak ingatkah Anda dengan wanita yang datang malam tadi menyerahkan seutas tali kuda dan bingkisan?"
"Ya , aku ingat," jawabku.
"Dialah ibuku! Dia menyuruhku untuk berjihad bersamamu dan mengambil sumpah dariku supaya aku tidak kembali lagi," katanya.
"Ibuku berkata, "Wahai anakku, jika kamu telah berhadapan dengan musuh, maka janganlah kamu melarikan diri. Persembahkanlah jiwamu untuk Allah.
Mintalah kedudukan di sisi-Nya, dan mintalah agar engkau ditempatkan bersama ayah dan bapa saudaramu di Jannah. Jika Allah mengurniaimu mati syahid, maka mintalah syafa'at bagiku."
"Aku benar-benar takjub dengan anak ini," kata Abu Qudamah, lalu anak itupun segera merayu, "Kerananya, kumohon atas nama Allah, janganlah engkau halangi aku untuk berjihad bersamamu. InsyaaAllah akulah asy-syahid putra asy-syahid. Aku telah hafal al-Qur'an. Aku juga pandai menunggang kuda dan memanah. Maka janganlah meremehkanku hanya karena usiaku yang masih muda," kata anak itu memelas.
Kemudian kamipun singgah di suatu tempat dekat pos sempadan. Semasa itu matahari hampir tenggelam dan kami dalam keadaan berpuasa. Maka ketika kami hendak menyiapkan hidangan untuk berbuka dan makan malam, pemuda itu bersumpah atas nama Allah bahawa ialah yang akan menyiapkannya.
Tentu saja kami melarangnya kerana ia baru saja keletihan kerana perjalanan yanh jauh tadi.
Akan tetapi pemuda itu berkeras untuk menyiapkan hidangan bagi kami.
Maka ketika kami beristirahat di suatu tempat, kami katakan kepadanya, "Jauhkan sedikit agar asap kayu apimu tidak mengganggu kami."
"Hai Abu Qudamah, tengoklah pemuda itu. Ia telah terlalu lama memasak.
Apa dah jadi dengannya?" pinta seseorang kepadaku. Lalu aku bergegas menemuinya, maka kudapati pemuda itu telah menyalakan api unggun dan memasak sesuatu di atasnya. Tetapi kerana terlalu letih, iapun tertidur sambil menyandarkan kepalanya pada sebuah batu.
Aku merasa takjub melihat tingkah lakunya itu, kemudian ia tersentak dari mimpinya dan terbangun.
Ketika melihatku menyiapkan masakan sendirian, ia nampak gugup dan terburu-buru mengatakan, "Pak cik, maafkan aku, nampaknya aku terlambat menyiapkan makanan bagi kalian."
"Ah tidak, sebenarnya kamu tidak terlambat ," jawabku.
"Sudah, tinggalkan saja masakan ini, biar aku yang menyiapkannya, aku adalah pelayan kalian selama jihad," kata pemuda itu.
"Tidak," sahutku, "Demi Allah, engkau tidak kuizinkan menyiapkan apa-apa bagi kami sampai engkau menceritakan kepadaku apa yang membuatmu tertawa sewaktu tidur tadi? Keadaanmu sungguh menghairankan," ujarku.
"Pak cik, itu cuma mimpi yang kulihat sewaktu tidur," kata pemuda itu.
"Mimpi apa yang engkau lihat?" tanyaku.
"Sudahlah, tidak usah bertanya tentangnya. Ini masalah pribadi antara aku dengan Allah," sahut pemuda itu.
"Tidak boleh "Mimpi apa yang engkau lihat?" tanyaku.
"Sudahlah, tidak usah bertanya tentangnya. Ini masalah pribadi antara aku dengan Allah," sahut pemuda itu.
"Tidak boleh, kumohon atas nama Allah agar kamu menceritakannya," kataku.
Aku tidak faham siapa itu al-Mardhiyyah, maka aku bertanya kepadanya, "Kamukah al-Mardhiyyah..?"
"Aku hanyalah satu di antara dayang-dayang al-Mardhiyyah.." katanya.
"Anda ingin bertemu dengan al-Mardhiyyah..?" tanya gadis itu.
"Kemarilah.. masuklah ke sini, semoga Allah merahmatimu," serunya.
Tiba-tiba kulihat diatasnya ada sebuah bilik dari emas merah.. dalam bilik itu ada tilam yang bertahtakan permata hijau dan kaki-kakinya terbuat dari perak putih yang berkilauan.
Dan di atasnya.. seorang gadis remaja dengan wajah bersinar laksana surya!! Kalaulah Allah tidak memantapkan hati dan penglihatanku, niscaya butalah mataku dan hilanglah akalku kerana tidak kuasa menatap kecantikannya..!!!
Tatkala ia menatapku, ia menyambutku seraya berkata, "Selamat datang, hai Wali Allah dan Kekasih-Nya. Aku diciptakan untukmu, dan engkau adalah milikku."
Mendengar suara merdu itu, aku berusaha mendekatinya dan menyentuhnya..
namun sebelum tanganku sampai kepadanya, ia berkata, "Wahai kekasihku dan tambatan hatiku.. semoga Allah menjauhkanmu dari segala kekejian.. urusanmu di dunia masih tersisa sedikit.. InsyaaAllah besok kita akan bertemu selepas Ashar."
Akupun tersenyum dan senang mendengarnya."
**************************************************************************
catatatan :
Lalu dengan tatapan penuh kehairanan ia berkata," Pak cik, engkau berkata seperti itu kepadaku..!?"
"Ya, aku mengatakan seperti itu kepadamu," jawabku.
"Pak cik.. apa engkau menginginkanku jadi penghuni neraka..?" tanyanya.
"A'uudzubillaah!! Sungguh, bukan begitu.. kita semua tidak berada di medan jihad seperti ini kecuali kerana lari dari neraka dan memburu syurga," jawabku.
"Aku datang dari jihad," kata lelaki itu.
"Kalau begitu abangku ada bersamamu..?" tanyanya.
"Aku tidak kenal, siapa abangmu..?" kata lelaki itu sambil berlalu.
Lalu melintaslah orang kedua, dan tanyanya, "Akhi, Anda datang dari mana?"
"Aku datang dari jihad," jawabnya.
"Abangku ada bersamamu?" tanya gadis itu.
"Aku tidak kenal, siapa abangmu..?" kata lelaki itu sambil berlalu.
Melihat ia seperti itu, akupun datang menghampirinya. Ketika ia melihat kesan-kesan safar padaku dan beg yang kubawa, ia bertanya, "Pak cik.. Anda datang dari mana?"
"Aku datang dari jihad," jawabku.
"Kalau begitu abangku ada bersamamu?" tanyanya.
"Dimanakah ibumu?" tanyaku.
"Ibu ada di dalam rumah," jawabnya.
"Sampaikan kepadanya agar ia keluar menemuiku," perintahku kepadanya.
Maka ku katakan, "Kalau begitu aku datang membawa khabar gembira untukmu.
Sesungguhnya anakmu telah terbunuh fi sabilillah dalam keadaan maju dan pantang mundur. Ia bahkan masih menyisakan sedikit kebaikan, dan Allah berkenan untuk mengambil sebahagian darahnya hingga ia redha."
"Allaahu Akbar..!!" teriak si ibu kegirangan.
The Video Story of Abu Qudama by Bilal Assad
http://youtu.be/gRRGd2wYhhs